Orang-orang Kristen di
Rwanda marah setelah pemerintah melakukan penutupan terhadap 8000 lebih gereja
yang dinyatakan “tidak sesuai standar” yang telah ditetapkan pemerintah. Penutupan ribuan gereja ini berlansung hanya
dalam hitungan minggu, bahkan ada sebuah gereja ditutup saat melangsungkan
pemberkatan pernikahan.
“Ketika memeriksa
gereja mana saja yang masuk (dalam penutupan-red), kami mendapati bahwa semua
gereja mengalami nasib yang sama, dan bahkan gereja yang dianggap mewah menurut
standar masyarakat setempat pun juga ditutup,” demikian pernyataan seorang ahli
analis lokal yang tidak bersedia diungkap namanya.
Menurut berita yang dirilis World Watch Monitor, ada gereja yang sedang melakukan pemberkatan pernikahan saat aparat pemerintah datang untuk menutup gereja itu. Baik pengantin dan para tamu diusir dan gereja langsung disegel.
Baca juga :
Demi Alasan Ini, Pemerintah Rwanda Tutup 700 Gereja Lebih!
Paus Fransiskus Memohon Ampun atas Genosida di Rwanda
Hal ini bukan hanya
penutupan gedung gereja saja, tetapi aparat juga melarang jemaat untuk
melakukan pertemuan atau ibadah di rumah-rumah. Karena hal ini, tidak sedikit
orang Kristen yang rela jalan kaki hingga 20 km ke gereja di wilayah lain yang
masih bisa beribadah.
Aturan baru pemerintah
ini mengenai gereja di Rwanda beberapa diantaranya adalah, toilet harus berada
dalam jarak tertentu dari gereja, harus memakai plafon jenis tertentu (walaupun
bahan tersebut mudah terbakar), harus menggunakan dinding batu bata dan
diplester, jalan akses harus disemen, dan semua pendeta harus memiliki gelar teologia,
serta masih banyak hal lain yang tiap-tiap wilayah bisa berbeda.
Walau aturan ini belum
disetujui secara resmi, namun sudah diterapkan dengan paksa. Beberapa kasus,
gereja harus memenuhi persyaratan dan melakukan perubahan dalam waktu 15 hari
saja.
Konstitusi Rwanda
sendiri melindungi kebebasan beragama, namun dengan meningkatnya sekularisme
hal ini membuat tekanan kepada praktek agama semakin meningkat. Salah satunya
adalah tidak adanya doa pembukaan saat pertemuan pemerintahan, kata yang
berkaitan dengan iman Kristen dicabut dari konstitusi, dalam berbagai acara
penting peran pendeta atau imam dihilangkan padahal sebelumnya mereka menempati
posisi penting, dan masih banyak hal lagi.
Aturan ini secara
tertulis berlaku baik kepada kelompok Kristen ataupun Muslim, namun para
pemimpin Muslim menyatakan mereka akan naik banding karena melakukan azan
melalui speaker dianggap melanggar hukum, hingga saat ini mereka masih tetap
melakukannya tanpa masalah.